“Aku terlahir
kedunia dengan ketidaksempurnaan fisik, dan dikelilingi orang yang menganggap
ku aneh. Sahabat yang selalu ada dan melindungi ku dari kejamnya hinaan, Cinta
yang membuat ku merasa sempurna, Pengorbanan yang membuat semua indah pada
waktunya. Sahabat, Cinta dan Pengorbanan berbaur menjadi 1 dalam sepenggal kisah
hidup ku ini.....”
***
Tahun kedua di
sekolah, aku masih sanggup belajar bersama teman-teman yang lebih sempurna
fisiknya daripada diriku. Namaku Sendy Kayana Aldari, panggil saja Sendy. Aku
adalah seorang murid kelas XI di SMA Negeri Merdeka Jaya, salah satu sekolah
favorit bagi anak-anak pengusaha kaya raya. Aku bisa di bilang orang yang
memiliki ketidaksempurnaan fisik atau biasa disebut pengidap tunadaksa. Dari
lahir, kaki kiriku tidak dapat tumbuh normal layaknya anak-anak pada umumnya,
hingga pada akhirnya kaki kiriku harus diamputasi. Semenjak SD sampai SMA aku
memakai tongkat kayu untuk memudahkanku berjalan. Aku sering diejek, dihina dan
dicaci. Tapi aku beruntung, ada yang selalu melindungiku dari ejekan
teman-temanku. Dia adalah Riko Abrisam, Riko teman dari SD hingga SMA ku. Dia
yang membelaku dari cemoohan teman-teman, selalu membantuku disaat aku
kesusahan dalam melakukan segala aktivitas.
Banyak hal
lebih yang dimiliki Riko, dia itu tampan, kaya, dan berkarisma. Sayangnya dia
itu playboy, banyak perempuan di SMA kami yang sudah dipacarinya. Berbeda
dengan ku, dengan kesederhanaan dan ketidaksempurnaan fisik ini tidak banyak
perempuan yang mendekatiku. Tapi biarlah, walau begitu Riko tetap sahabat
terbaikku dari kecil.
Seperti diriku
ini yang cacat, perjalanan cintaku begitu sangat menyedihkan, bahkan sampai
sekarang aku belum pernah merasakan indahnya masa pacaran, aku minder jika
mengobrol dengan perempuan. Tapi itu semua berubah, ketika aku mengenal gadis
yang sangat menawan, yang dapat meluluhkan hati ini. Gadis itu bernama Nanda,
seorang gadis yang di tahun ajaran baru ini pindah ke SMA ku dan dia sekelas
denganku. Dengan rambut terjulang sampai bahu dan senyumnya yg memikat hati,
dia membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama, ingin rasanya aku
melabuhkan cinta ku dihatinya. Tapi aku mengerti akan kekuranganku ini, aku
tidak mungkin memiliki gadis sesempurna Nanda.
Aku berada di
kelas XI IPA 1. Di saat bel masuk berbunyi, wali kelas kami pun, Bu Wardani memasuki
kelas dengan menggandeng seorang gadis yang begitu menawan. Lalu Bu Wardani memberitahukan
kepada kami, kalau kami mendapatkan teman baru dari SMA lain yang berada diluar
kota. Dan gadis itu diberi kesempatan oleh Bu Wardani untuk mengenalkan dirinya
kepada kami semua. Dengan suara yang lembut dan ekspresi malu, dia
memperkenalkan dirinya “Selamat pagi teman-teman semua, perkenalkan saya Nanda
Ayu Setyaningsih, panggil saja Nanda. Saya baru pindah dari luar kota, salam
kenal untuk teman semua”. Riko yang sangat bersemangat, menyikutku sembari
berkata “Wiih, tuh cewe cakep juga ya sen? Gimana menurut lo? Gue cocok gak
sama nanda? Gue musti dapetin hatinya dia nih!”.”eeh cakep, iya dia cocok sama
lo ko” jawabku dengan perasaan kecewa. Nanda memliki wajah yang cantik dan rupawan,
oleh karena itu teman satu kelas pun sangat antusias dengan kehadiran Nanda di
kelas kami, perjalanan cintaku pun dimulai.
Nanda sangat
mudah mendapatkan banyak teman, bahkan tidak lama setelah masuk di SMA ku dia
sudah menjadi primadona. Bahkan banyak cowok yang mendekati dan mencoba untuk
mendapatkan hatinya, termasuk Riko teman baikku. Begitu menyesakan hati disaat
Nanda didekati Riko dan aku sendiri tidak berani mendekati Nanda. Di sisi lain
hatiku, aku tidak menginginkan gadis secantik Nanda disakiti oleh sifat playboy
nya Riko. Tapi di sisi lain juga, aku tidak dapat mengelak dari kenyataan
bahwasanya Nanda lebih cocok dengan sahabatku sendiri, Riko.
Waktu terus
berjalan, usaha Riko untuk mendapatkan hati Nanda pun akhirnya berhasil. Begitu
hancur hatiku mendengar kabar ini, ternyata beginilah rasanya sakit hati. Rasa
yang selalu membekas dihati. Semenjak itu aku sering melamun, disaat makan,
belajar, bahkan sebelum tidur aku memandangi kaki kiriku yang sudah tiada dan
selalu memikirkan kejadian itu, kejadian yang membuatku patah hati. Ingin
rasanya aku berkata jujur kepada Nanda, memberitahukan sifat asli Riko yang
suka gonta ganti perempuan. Tetapi lagi-lagi sisi lain ku berkata, aku cacat
dan tidak sempurna untuk Nanda. Riko itu sahabatku, dia yang selalu membelaku.
Aku tidak mau merusak persahabatanku selama ini dengan Riko hanya karna
merebutkan seorang gadis.
Sudah hampir
setengah tahun setelah kepindahan Nanda di SMA ku dan selama ini belum
sekalipun aku berani mendekati Nanda, aku hanya bisa memandangi dan mengagumi
Nanda dari kejauhan. Hal yang membuatku semakin tidak dapat melupakan Nanda
ialah disaat aku memandanginya dan dia balik memandangku sembari melemparkan
senyum manis kepadaku. Sering terbesit dibenakku, apa dia tau bahwa aku selalu
memandanginya? Selalu memperhatikan gerak geriknya? Selalu mencintainya
disetiap waktu? Aku rasa tidak !. Kaki kiriku sudah hilang, dan haruskah aku
kehilangan belahan jiwaku juga?
Semakin lama,
harapanku untuk melihat Nanda bahagia sepertinya sulit untuk terwujudkan, akhir-akhir
ini Riko sering bergandengan tangan dengan perempuan lain didepan mata Nanda.
Bodohnya Nanda tetap mencintai Riko yang jelas-jelas sudah melukai hatinya,
tidak peduli bila dia selalu diselingkuhi. Cinta telah menutup mata hati Nanda.
Bahkan suatu hari didepan gerbang sekolah, aku melihat Riko berbicara dengan
nada tinggi kepada Nanda. Riko meninggalkan Nanda begitu saja, meninggalkan
Nanda dengan tangisan yang tidak dapat terbendung untuk seorang gadis seperti
Nanda. Dengan sepeda bututku, aku pun memberanikan diri menghampiri Nanda yang
duduk sendirian di depan gerbang sekolah. Secara mengejutkan, Nanda melihatku
dan buru-buru menghapus air matanya sambil berkata “ hai sen” Nanda tersenyum.
Walau aku tau itu bukan senyuman indahnya dulu. Aku pun bertanya kepada Nanda
“kamu nangis nan? Nih di lap dulu air matanya” sembari menyodorkan sehelai
tisu. Kemudian Nanda menjawab “hehe biasa, cewe kan sensitif sen. Ohya kalau
difikir-fikir baru kali ini kita bisa sedekat ini”.”kamu disakiti lagi sama
Riko?” cetus ku. Bodohnya aku, kenapa harus pertanyaan itu yang terlontar dari
mulutku, lalu dia terdiam.”pulang yuk Nan? Udah mau malem. Lagipula kan rumah
kita searah”. Tanpa banyak bicara, Nanda pun mengangguk dan naik ke jalu
sepedaku dengan perasaan yang gundah gulana. Ditengah perjalanan aku mencoba
menghibur Nanda dengan guyonan ku, walau berhasil membuat Nanda tertawa tapi
aku masih tidak berani mengatakan yang sebenarnya. Kalau aku cinta kamu Nan.
Libur akhir
semester pun datang, selama liburan aku hanya bisa memikirkan Nanda. Aku tidak
berani untuk mengajaknya bertemu. Untuk mengobati rasa rindu ini, sesekali aku
mencoba sms Nanda. Tidak terlalu sering, karna aku takut Riko tau bahwa aku
menaruh perasaan kepada Nanda. Pada suatu hari aku bermain ke rumah Riko, kami
bermain bersama, sama seperti dulu dia tidak pernah memandang kekuranganku ini.
Aku pun belum berani untuk menyanyakan, kenapa dia tega menyakiti Nanda.
Dipertengahan
jalan menuju rumahku, aku teringat bahwa handphone ku tertinggal dirumah Riko.
Akhirnya aku memutar balik arah sepedaku menuju rumah Riko. Betapa terkejutnya
aku, ketika melihat Riko berada didepan pintu gerbang rumahnya dengan ekspresi
wajah yang penuh amarah.“ko, handphone gue ketinggalan dirumah lo” dengan emosi
yang menggebu-gebu, Riko membentak ku”lo temen macam apa sih sen? Lo tega nusuk
gue dari belakang. Lo suka kan sama Nanda? Tega lo sen, selama ini lo gue bela
dari hinaan orang lain. Tapi apa yang lo kasih ke gue? Pengkhianatan?”. Aku
lupa, sms dari Nanda masih tersimpan di handphoneku.
Belum sempat aku menjelaskan semuanya, Riko
mendorong ku hingga aku terjatuh ditengah jalan yang sedang ramai. Dari arah
kanan, aku melihat sebuah mobil APV dengan kecepatan tinggi. Aku tidak bisa
berbuat apa-apa, dengan keadaan seperti ini aku sulit untuk bangun, aku pasrah
dan menutup mata. “maaf ko, maaf nan”. Tak lama kemudian aku merasa seperti ada
yang mendorongku ke tepi jalan, aku membuka mata dan aku tidak percaya apa yang
aku lihat. Riko mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan nyawaku.
3 hari selepas
kecelakaan, Riko masih tak sadarkan diri di Rumah Sakit karna Riko mengalami
pendarahan di otak . Setelah beberapa hari, akhirnya Riko tersadar. Aku, Nanda
dan teman-teman yang lainnya menghampiri Riko yang kondisinya semakin melemah.
Riko melihat kearah ku dan berbicara lirih “sen sorry ya, gue gak tau kalo lo
suka sama Nanda. Mulai sekarang, lo jagain Nanda ya, jangan sakiti dia.
Lindungi dia sen dengan cinta lo”. Aku pun menitikan air mata “sorry juga ya
ko, gue ga jujur dari awal. Mungkin kalo gue jujur dari awal, kejadiannya gak
bakal kaya gini”. Riko menatap Nanda “Nan, maafin aku yaa, aku selalu buat kamu
sakit hati, selalu kasar sama kamu. Aku gak bisa jadi cowo yang terbaik buat
kamu. Tuh ada yang nunggu kamu Nan, hehe” Riko tertawa kecil sambil menatap ke
arahku. Nanda pun menitikan air mata juga, tanpa berkata sepatah katapun. Seminggu
kemudian, aku mendapatkan kabar jika Riko sudah tiada. Sedih ku tak terbendung
mendengar kabar itu. Dia yang mengorbankan nyawa nya demi ku, seorang tunadaksa
yang hanya merepotkan hidupnya. Sahabat karib ku meninggalkan dunia ini
selamanya.
Setelah kabar
sepeninggalnya Riko, aku memberanikan diri untuk mengajak Nanda untuk bertemu
ditaman, aku ingin mengatakan suatu hal yang sudah lama ingin sekali aku
katakan. Sesampainya di taman, aku melihat Nanda sudah datang lebih dulu dan
melihat ke arahku, kemudian aku menghampirinya “hai nan? Udah lama nunggu?”.“sen?
mengapa kamu dulu tidak mendekati aku seperti orang-orang yang lain, aku tahu
kamu memiliki perasaan terhadapku bahkan aku yakin melebihi orang-orang yang
lain, termasuk Riko” dan aku menjawab “aku menyadari, kalau aku cacat nan, aku
sadar aku tidak pantas buat kamu”, “fisik bukan lah yang aku cari sen, tau kah kamu
seandainya kamu dulu berani mendekati aku, mungkin aku akan memilih kamu, aku juga
punya rasa yang sama denganmu, kalau itu terjadi aku tidak akan pernah merasakan
rasa sakit yang diberikan Riko” jawab dia
sambil melihat ke mataku, aku terkejut dengan ucapan dia yang begitu jauh dari perkiraanku, lalu aku menjawab “ aku minta maaf nan, kalau engkau memberikan aku kesempatan memulai lagi dari awal, apakah kamu mau menjadi pacarku dan melupakan semua kejadian yang telah lalu?” setelah mendengar perkataanku, kemudian dia menggengam erat tanganku dan menatap dalam mataku “iya sen, tolong buat aku bahagia ya.” Jawabnya sambil tersenyum indah dan air mata begitu saja membasahi pipinya.
sambil melihat ke mataku, aku terkejut dengan ucapan dia yang begitu jauh dari perkiraanku, lalu aku menjawab “ aku minta maaf nan, kalau engkau memberikan aku kesempatan memulai lagi dari awal, apakah kamu mau menjadi pacarku dan melupakan semua kejadian yang telah lalu?” setelah mendengar perkataanku, kemudian dia menggengam erat tanganku dan menatap dalam mataku “iya sen, tolong buat aku bahagia ya.” Jawabnya sambil tersenyum indah dan air mata begitu saja membasahi pipinya.
Di masa-masa
akhir sekolahku, aku menjalaninya dengan penuh rasa bahagia. Tentunya bersama
seorang yang aku cintai, Nanda Ayu Setyaningsih. Dia sama sekali tidak melihat
keadaan fisikku yang cacat ini, dia tidak malu apabila jalan berdua denganku. Di
sela-sela kebersamaanku dengan Nanda, aku melamun. Aku teringat akan sosok
sahabatku, Riko. Sosok yang menjadikanku kuat selama ini, “kamu kok bengong
sen? Kangen Riko yaa?” tanya Nanda. “eh iya nan, dia kan sahabat kecil ku, pasti
kangen lah Nan, kamu juga kangen sama Riko?” jawabku. Sambil menatapku, Nanda
pun menjawab “aku ngerti kok gimana rasanya kehilangan sahabat terbaik dalam
hidup. Aku? Kangen sih.. tapi kan itu masa lalu, aku udah bahagia sama kamu
sen. Lebih baik kita doakan Riko, supaya dia ditempatkan ditempat yang terbaik
disana”. Aku menatap mata Nanda yang berkaca-kaca ”makasih yaa Nan, aku cinta
kamu. Amin”.
Selepas
kami lulus dari SMA Negeri Merdeka Jaya, kami melanjutkan ke jenjang perguruan
tinggi. Aku membuka usaha restaurant dan cafe, hasil dari usaha itu aku gunakan
untuk membiayai kuliah dan kehidupan sehari-hari. Begitupun dengan Nanda, dia
melanjutkan usaha marketing yang sudah dilakoni ayahnya. Selama 7 tahun, hubungan
ku dengan Nanda semakin harmonis, sekian lama kami menabung dari hasil kerja
keras kami, akhirnya terkumpulah uang yang cukup untuk membiayai pernikahan
sederhanaku dengan Nanda. Sampai pada tanggal yang ditentukan, kami pun
menikah.
Terimakasih
Tuhan, nikmat-Mu kini kurasakan, aku bersyukur kepada-Mu.
Terimakasih
Riko, sahabatku, semoga kamu tenang di alam sana.
Terimakasih
Nanda, kamu telah menjadi bidadari yang melengkapi kehidupanku kini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar