Sabtu, 31 Mei 2014

Pengorbanan, Cinta, dan Sahabat

Aku terlahir kedunia dengan ketidaksempurnaan fisik, dan dikelilingi orang yang menganggap ku aneh. Sahabat yang selalu ada dan melindungi ku dari kejamnya hinaan, Cinta yang membuat ku merasa sempurna, Pengorbanan yang membuat semua indah pada waktunya. Sahabat, Cinta dan Pengorbanan berbaur menjadi 1 dalam sepenggal kisah hidup ku ini.....”
***
Tahun kedua di sekolah, aku masih sanggup belajar bersama teman-teman yang lebih sempurna fisiknya daripada diriku. Namaku Sendy Kayana Aldari, panggil saja Sendy. Aku adalah seorang murid kelas XI di SMA Negeri Merdeka Jaya, salah satu sekolah favorit bagi anak-anak pengusaha kaya raya. Aku bisa di bilang orang yang memiliki ketidaksempurnaan fisik atau biasa disebut pengidap tunadaksa. Dari lahir, kaki kiriku tidak dapat tumbuh normal layaknya anak-anak pada umumnya, hingga pada akhirnya kaki kiriku harus diamputasi. Semenjak SD sampai SMA aku memakai tongkat kayu untuk memudahkanku berjalan. Aku sering diejek, dihina dan dicaci. Tapi aku beruntung, ada yang selalu melindungiku dari ejekan teman-temanku. Dia adalah Riko Abrisam, Riko teman dari SD hingga SMA ku. Dia yang membelaku dari cemoohan teman-teman, selalu membantuku disaat aku kesusahan dalam melakukan segala aktivitas.

Banyak hal lebih yang dimiliki Riko, dia itu tampan, kaya, dan berkarisma. Sayangnya dia itu playboy, banyak perempuan di SMA kami yang sudah dipacarinya. Berbeda dengan ku, dengan kesederhanaan dan ketidaksempurnaan fisik ini tidak banyak perempuan yang mendekatiku. Tapi biarlah, walau begitu Riko tetap sahabat terbaikku dari kecil.
Seperti diriku ini yang cacat, perjalanan cintaku begitu sangat menyedihkan, bahkan sampai sekarang aku belum pernah merasakan indahnya masa pacaran, aku minder jika mengobrol dengan perempuan. Tapi itu semua berubah, ketika aku mengenal gadis yang sangat menawan, yang dapat meluluhkan hati ini. Gadis itu bernama Nanda, seorang gadis yang di tahun ajaran baru ini pindah ke SMA ku dan dia sekelas denganku. Dengan rambut terjulang sampai bahu dan senyumnya yg memikat hati, dia membuat aku jatuh cinta pada pandangan pertama, ingin rasanya aku melabuhkan cinta ku dihatinya. Tapi aku mengerti akan kekuranganku ini, aku tidak mungkin memiliki gadis sesempurna Nanda.  
Aku berada di kelas XI IPA 1. Di saat bel masuk berbunyi, wali kelas kami pun, Bu Wardani memasuki kelas dengan menggandeng seorang gadis yang begitu menawan. Lalu Bu Wardani memberitahukan kepada kami, kalau kami mendapatkan teman baru dari SMA lain yang berada diluar kota. Dan gadis itu diberi kesempatan oleh Bu Wardani untuk mengenalkan dirinya kepada kami semua. Dengan suara yang lembut dan ekspresi malu, dia memperkenalkan dirinya “Selamat pagi teman-teman semua, perkenalkan saya Nanda Ayu Setyaningsih, panggil saja Nanda. Saya baru pindah dari luar kota, salam kenal untuk teman semua”. Riko yang sangat bersemangat, menyikutku sembari berkata “Wiih, tuh cewe cakep juga ya sen? Gimana menurut lo? Gue cocok gak sama nanda? Gue musti dapetin hatinya dia nih!”.”eeh cakep, iya dia cocok sama lo ko” jawabku dengan perasaan kecewa. Nanda memliki wajah yang cantik dan rupawan, oleh karena itu teman satu kelas pun sangat antusias dengan kehadiran Nanda di kelas kami, perjalanan cintaku pun dimulai.
Nanda sangat mudah mendapatkan banyak teman, bahkan tidak lama setelah masuk di SMA ku dia sudah menjadi primadona. Bahkan banyak cowok yang mendekati dan mencoba untuk mendapatkan hatinya, termasuk Riko teman baikku. Begitu menyesakan hati disaat Nanda didekati Riko dan aku sendiri tidak berani mendekati Nanda. Di sisi lain hatiku, aku tidak menginginkan gadis secantik Nanda disakiti oleh sifat playboy nya Riko. Tapi di sisi lain juga, aku tidak dapat mengelak dari kenyataan bahwasanya Nanda lebih cocok dengan sahabatku sendiri, Riko.
Waktu terus berjalan, usaha Riko untuk mendapatkan hati Nanda pun akhirnya berhasil. Begitu hancur hatiku mendengar kabar ini, ternyata beginilah rasanya sakit hati. Rasa yang selalu membekas dihati. Semenjak itu aku sering melamun, disaat makan, belajar, bahkan sebelum tidur aku memandangi kaki kiriku yang sudah tiada dan selalu memikirkan kejadian itu, kejadian yang membuatku patah hati. Ingin rasanya aku berkata jujur kepada Nanda, memberitahukan sifat asli Riko yang suka gonta ganti perempuan. Tetapi lagi-lagi sisi lain ku berkata, aku cacat dan tidak sempurna untuk Nanda. Riko itu sahabatku, dia yang selalu membelaku. Aku tidak mau merusak persahabatanku selama ini dengan Riko hanya karna merebutkan seorang gadis.
Sudah hampir setengah tahun setelah kepindahan Nanda di SMA ku dan selama ini belum sekalipun aku berani mendekati Nanda, aku hanya bisa memandangi dan mengagumi Nanda dari kejauhan. Hal yang membuatku semakin tidak dapat melupakan Nanda ialah disaat aku memandanginya dan dia balik memandangku sembari melemparkan senyum manis kepadaku. Sering terbesit dibenakku, apa dia tau bahwa aku selalu memandanginya? Selalu memperhatikan gerak geriknya? Selalu mencintainya disetiap waktu? Aku rasa tidak !. Kaki kiriku sudah hilang, dan haruskah aku kehilangan belahan jiwaku juga?
Semakin lama, harapanku untuk melihat Nanda bahagia sepertinya sulit untuk terwujudkan, akhir-akhir ini Riko sering bergandengan tangan dengan perempuan lain didepan mata Nanda. Bodohnya Nanda tetap mencintai Riko yang jelas-jelas sudah melukai hatinya, tidak peduli bila dia selalu diselingkuhi. Cinta telah menutup mata hati Nanda. Bahkan suatu hari didepan gerbang sekolah, aku melihat Riko berbicara dengan nada tinggi kepada Nanda. Riko meninggalkan Nanda begitu saja, meninggalkan Nanda dengan tangisan yang tidak dapat terbendung untuk seorang gadis seperti Nanda. Dengan sepeda bututku, aku pun memberanikan diri menghampiri Nanda yang duduk sendirian di depan gerbang sekolah. Secara mengejutkan, Nanda melihatku dan buru-buru menghapus air matanya sambil berkata “ hai sen” Nanda tersenyum. Walau aku tau itu bukan senyuman indahnya dulu. Aku pun bertanya kepada Nanda “kamu nangis nan? Nih di lap dulu air matanya” sembari menyodorkan sehelai tisu. Kemudian Nanda menjawab “hehe biasa, cewe kan sensitif sen. Ohya kalau difikir-fikir baru kali ini kita bisa sedekat ini”.”kamu disakiti lagi sama Riko?” cetus ku. Bodohnya aku, kenapa harus pertanyaan itu yang terlontar dari mulutku, lalu dia terdiam.”pulang yuk Nan? Udah mau malem. Lagipula kan rumah kita searah”. Tanpa banyak bicara, Nanda pun mengangguk dan naik ke jalu sepedaku dengan perasaan yang gundah gulana. Ditengah perjalanan aku mencoba menghibur Nanda dengan guyonan ku, walau berhasil membuat Nanda tertawa tapi aku masih tidak berani mengatakan yang sebenarnya. Kalau aku cinta kamu Nan.
Libur akhir semester pun datang, selama liburan aku hanya bisa memikirkan Nanda. Aku tidak berani untuk mengajaknya bertemu. Untuk mengobati rasa rindu ini, sesekali aku mencoba sms Nanda. Tidak terlalu sering, karna aku takut Riko tau bahwa aku menaruh perasaan kepada Nanda. Pada suatu hari aku bermain ke rumah Riko, kami bermain bersama, sama seperti dulu dia tidak pernah memandang kekuranganku ini. Aku pun belum berani untuk menyanyakan, kenapa dia tega menyakiti Nanda.
Dipertengahan jalan menuju rumahku, aku teringat bahwa handphone ku tertinggal dirumah Riko. Akhirnya aku memutar balik arah sepedaku menuju rumah Riko. Betapa terkejutnya aku, ketika melihat Riko berada didepan pintu gerbang rumahnya dengan ekspresi wajah yang penuh amarah.“ko, handphone gue ketinggalan dirumah lo” dengan emosi yang menggebu-gebu, Riko membentak ku”lo temen macam apa sih sen? Lo tega nusuk gue dari belakang. Lo suka kan sama Nanda? Tega lo sen, selama ini lo gue bela dari hinaan orang lain. Tapi apa yang lo kasih ke gue? Pengkhianatan?”. Aku lupa, sms dari Nanda masih tersimpan di handphoneku.
 Belum sempat aku menjelaskan semuanya, Riko mendorong ku hingga aku terjatuh ditengah jalan yang sedang ramai. Dari arah kanan, aku melihat sebuah mobil APV dengan kecepatan tinggi. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, dengan keadaan seperti ini aku sulit untuk bangun, aku pasrah dan menutup mata. “maaf ko, maaf nan”. Tak lama kemudian aku merasa seperti ada yang mendorongku ke tepi jalan, aku membuka mata dan aku tidak percaya apa yang aku lihat. Riko mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan nyawaku.
3 hari selepas kecelakaan, Riko masih tak sadarkan diri di Rumah Sakit karna Riko mengalami pendarahan di otak . Setelah beberapa hari, akhirnya Riko tersadar. Aku, Nanda dan teman-teman yang lainnya menghampiri Riko yang kondisinya semakin melemah. Riko melihat kearah ku dan berbicara lirih “sen sorry ya, gue gak tau kalo lo suka sama Nanda. Mulai sekarang, lo jagain Nanda ya, jangan sakiti dia. Lindungi dia sen dengan cinta lo”. Aku pun menitikan air mata “sorry juga ya ko, gue ga jujur dari awal. Mungkin kalo gue jujur dari awal, kejadiannya gak bakal kaya gini”. Riko menatap Nanda “Nan, maafin aku yaa, aku selalu buat kamu sakit hati, selalu kasar sama kamu. Aku gak bisa jadi cowo yang terbaik buat kamu. Tuh ada yang nunggu kamu Nan, hehe” Riko tertawa kecil sambil menatap ke arahku. Nanda pun menitikan air mata juga, tanpa berkata sepatah katapun. Seminggu kemudian, aku mendapatkan kabar jika Riko sudah tiada. Sedih ku tak terbendung mendengar kabar itu. Dia yang mengorbankan nyawa nya demi ku, seorang tunadaksa yang hanya merepotkan hidupnya. Sahabat karib ku meninggalkan dunia ini selamanya.




Setelah kabar sepeninggalnya Riko, aku memberanikan diri untuk mengajak Nanda untuk bertemu ditaman, aku ingin mengatakan suatu hal yang sudah lama ingin sekali aku katakan. Sesampainya di taman, aku melihat Nanda sudah datang lebih dulu dan melihat ke arahku, kemudian aku menghampirinya “hai nan? Udah lama nunggu?”.“sen? mengapa kamu dulu tidak mendekati aku seperti orang-orang yang lain, aku tahu kamu memiliki perasaan terhadapku bahkan aku yakin melebihi orang-orang yang lain, termasuk Riko” dan aku menjawab “aku menyadari, kalau aku cacat nan, aku sadar aku tidak pantas buat kamu”, “fisik bukan lah yang aku cari sen, tau kah kamu seandainya kamu dulu berani mendekati aku, mungkin aku akan memilih kamu, aku juga punya rasa yang sama denganmu, kalau itu terjadi aku tidak akan pernah merasakan rasa sakit yang diberikan Riko” jawab dia
sambil melihat ke mataku, aku terkejut dengan ucapan dia yang begitu jauh dari perkiraanku, lalu aku menjawab “ aku minta maaf nan, kalau engkau memberikan aku kesempatan memulai lagi dari awal, apakah kamu mau menjadi pacarku dan melupakan semua kejadian yang telah lalu?” setelah mendengar perkataanku, kemudian dia menggengam erat tanganku dan menatap dalam mataku “iya sen, tolong buat aku bahagia ya.” Jawabnya sambil tersenyum indah dan air mata begitu saja membasahi pipinya.
Di masa-masa akhir sekolahku, aku menjalaninya dengan penuh rasa bahagia. Tentunya bersama seorang yang aku cintai, Nanda Ayu Setyaningsih. Dia sama sekali tidak melihat keadaan fisikku yang cacat ini, dia tidak malu apabila jalan berdua denganku. Di sela-sela kebersamaanku dengan Nanda, aku melamun. Aku teringat akan sosok sahabatku, Riko. Sosok yang menjadikanku kuat selama ini, “kamu kok bengong sen? Kangen Riko yaa?” tanya Nanda. “eh iya nan, dia kan sahabat kecil ku, pasti kangen lah Nan, kamu juga kangen sama Riko?” jawabku. Sambil menatapku, Nanda pun menjawab “aku ngerti kok gimana rasanya kehilangan sahabat terbaik dalam hidup. Aku? Kangen sih.. tapi kan itu masa lalu, aku udah bahagia sama kamu sen. Lebih baik kita doakan Riko, supaya dia ditempatkan ditempat yang terbaik disana”. Aku menatap mata Nanda yang berkaca-kaca ”makasih yaa Nan, aku cinta kamu. Amin”.
Selepas kami lulus dari SMA Negeri Merdeka Jaya, kami melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Aku membuka usaha restaurant dan cafe, hasil dari usaha itu aku gunakan untuk membiayai kuliah dan kehidupan sehari-hari. Begitupun dengan Nanda, dia melanjutkan usaha marketing yang sudah dilakoni ayahnya. Selama 7 tahun, hubungan ku dengan Nanda semakin harmonis, sekian lama kami menabung dari hasil kerja keras kami, akhirnya terkumpulah uang yang cukup untuk membiayai pernikahan sederhanaku dengan Nanda. Sampai pada tanggal yang ditentukan, kami pun menikah.

Terimakasih Tuhan, nikmat-Mu kini kurasakan, aku bersyukur kepada-Mu.
Terimakasih Riko, sahabatku, semoga kamu tenang di alam sana.

Terimakasih Nanda, kamu telah menjadi bidadari yang melengkapi kehidupanku kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar